Jumat, 29 Desember 2017

Jaringan Koruptor UPS DKI Jakarta Juga Beraksi di Universitas Sumatra Utara

Jaringan Koruptor UPS DKI Jakarta Juga Beraksi di Universitas Sumatra Utara
alt
Foto: Adik Dwi Putranto direktur CV Adikersa ketika dihubungi HP/WA-nya 081330003490 belum memberi tanggapan

HORAS - Himpunan Organisasi Anti Korupsi, berharap Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (KejatiSu) tidak kendor dalam pengusutan dugaan korupsi di Universitas Sumatra Utara senilai Rp. 30 milyar, yang terindikasi bahwa pelakunya adalah merupakan komplotan jaringan koruptor UPS (Uninterruptible Power Supply) DKI Jakarta.

"Jangan sampai kemudian pengusutan kasus tersebut secara perlahan mengendap, dan berharap kasusnya dilupakan masyarakat", ujar Aleksander Sirait, ketua Horas.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, bahwa KejatiSu mengendus adanya dugaan korupsi dalam Pengadaan Sarana Pembelajaran Digital Multimedia Interaktif Berbasis Informasi Teknologi (IT), di Universitas Sumatra Utara yang bernilai Rp. 30 milyar.

Dalam pengadaan tersebut ada indikasi terjadi markup harga, dimana barang2 yang dikirim adalah barang dengan kualitas yang kurang bagus, akan tetapi diberi harga yang diduga sengaja dimahalkan. Karena barang dengan spesifikasi sejenis dengan merk dengan kualitas lebih baik dan dengan harga murah sebenarnya bisa dengan mudah ditemukan dipasaran.

Penyedia barang pada pengadaan tersebut adalah CV Adikersa, yang beralamat di Jl. Jemur Handayani 50 Blok E 52-53 Ruko Surya Inti Permata, Surabaya. Dan diketahui bahwa barang yang disuplai CV Adikersa ke Universitas Sumatra Utara tersebut adalah dari distributor PT Offistraindo Adhiprima.

Dalam sidang pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi), terungkap CV Adikersa dan PT Offistarindo Adhiprima, adalah perusahaan2 yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan UPS DKI Jakarta.

Adik Dwi Putranto direktur CV Adikersa ketika dihubungi HP/WA-nya 081330003490 belum memberi tanggapan, sedangkan Harry Lo pemilik PT Offistarindo Adhiprima sudah mendapat vonis hukuman dari pengadilan Tipikor dalam kasus UPS DKI Jakarta, dan perusahaan PT Offistarindo saat ini kembali diajukan ke pengadilan tipikor terkait korupsi UPS DKI Jakarta itu, dengan tuduhan kejahatan korporasi




Virus-free. www.avast.com

Minggu, 10 Desember 2017

Walikota Tri Rismaharini Bantah Putranya Bermain Proyek Alat Peraga Pendidikan Rp. 6 Milyar di Surabaya

Walikota Tri Rismaharini Bantah Putranya Bermain Proyek Alat Peraga Pendidikan  Rp. 6 Milyar di Surabaya
Sebagai Walikota Surabaya rupanya Dr. Ir. Tri Rismaharini, namanya sering dicatut & sering mendapat fitnah dari beberapa pihak. Bahkan belakangan ini banyak info beredar tentang keterlibatan putranya dalam proyek anggaran Pemerintah.

Diantaranya sorotan dari P3KS- Perkumpulan Peduli pendidikan Kota Surabaya yang baru-baru ini menyampaikan pendapat kepada dinas pendidikan kota Surabaya terkait Pengadaan Paket Peralatan Pendidikan IPS SMP, senilai Rp. 6.166.875.000,- dengan sumber dana APBD kota Surabaya tahun anggaran 2017

Terkait pengaduan dari P3KS yang diterimanya, Walikota Surabaya Tri Rismaharini memberi klarifikasi dan membantah bahwa putranya bermain proyek di Surabaya.

Jika dirasa ada kejanggalan tentang kebijakan dinas pendidikan kota Surabaya dalam hal yang terkait dengan persoalan tersebut, masyarakat bisa langsung menanyakan pada kepala dinas pendidikan kota Surabaya yakni bapak Ikhsan, melalui ponselnya 08123267517.

Karena memang pemerintah kota Surabaya sudah lama mempraktekkan sistem keterbukaan publik yang bisa diakses oleh masyarakat

Dengan sistem keterbukaan yang berbasis sistem elektronik dalam segala kebijakan & kegiatan pemerintah kota Surabaya tersebut, memang juga bisa dilihat bahwa apa yang disampaikan oleh P3KS tentang kejanggalan pelaksanaan kebijakan dinas pendidikan kota Surabaya itu juga berdasar info/data yang bisa diunduh dari website pemerintah kota Surabaya, yang berisi perencanaan, kontrak2, mekanisme2nya dll

Karena adanya sistem keterbukaan dan dalam kebijakan memberi kepercayaan dan kewenangan penuh pada bawahannya, walikota Surabaya sudah sering memberi arahan pada para pejabat di lingkungan pemerintah kota Surabaya, agar tidak bermain2 proyek dan anggaran. karena itu akan berakibat buruk bagi pembangunan. Dan terbukti tidak segan2 walikota Surabaya meminta aparat hukum untuk bertindak.

Diantara yang disorot oleh P3Ks adalah kenapa malah APBD kota Surabaya menganggarkan dana untuk alat peraga pendidikan, bukannya untuk pembelian komputer untuk kebutuhan sekolah menengah, dimana ramai diberitakan media bahwa  SMP Negeri di Surabaya saja masih banyak kekurangan komputer untuk keperluan unas (ujian nasional) online, dan baru akan direncanakan pada APBD tahun 2018. Sedangkan bantuan komputer untuk SMP swasta untuk kepentingan unas masih harus dipelajari lagi mekanismenya karena harus memakai skema hibah.

Kejanggalan selanjutnya adalah kenapa dalam pengadaan ini tampak sekali dengan secara cermat, dengan sengaja memilih barang2 alat peraga pendidikan yang tidak masuk e-katalog. Padahal banyak sekali barang alat peraga pendidikan sekolah menengah yang lebih dibutuhkan siswa yang sudah ada dalam e-katalog. Dengan memilih untuk membeli barang yang tidak masuk dalam e-katalog, maka ada indikasi akan membeli barang dengan harga yang tinggi yang kualitas dan harganya belum diverifikasi oleh lembaga yang berwenang seperti misalnya LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah).

Padahal jika membeli alat peraga pendidikan SMP yang sudah masuk dalam e-katalog, itu kualitas sudah terverifikasi oleh lembaga yang berwenang dan harganya jauh lebih murah.

Terkait dengan pengadaan peralatan pendidikan IPS SMP ini, P3KS juga menyoroti bahwa dengan membeli jumlah sebanyak 155 paket yang berarti akan diberikan kepada 155 sekolah. Pertanyaannya, apakah jumlah SMP Negeri di Surabaya ada sebanyak itu?

Dan jika ada yang akan diberikan kepada sekolah menengah (SMP) swasta, kenapa untuk mendapatkan bantuan berupa komputer yang diperlukan untuk unas saja masih akan dipelajari mekanismenya, tapi untuk bantuan peraga pendidikan yang belum tentu dibutuhkan ini bisa langsung.

Maka P3KS menyarankan pada dinas pendidikan kota Surabaya, jika ada tekanan dengan menakut-nakuti bahwa pengadaan alat peraga IPS SMP ini dikatakan merupakan proyek dari putra walikota Tri Rismaharini, sebaiknya perlu dicek kepada walikota. Jadi tidak sekedar langsung percaya isu dan ancaman-ancaman yang mengatasnamakan ibu Risma dan keluarganya.

Apalagi, barang peraga pendidikan itu dibeli dari PT Fajar Multiguna yang beralamat di Griya Taman Asri BD- 18, Sidoarjo itu dalam lelang pengadaan barang peraga pendidikan ini sebelumnya dinyatakan tidak lulus karena barang yang ditawarkan, sertifikat merk yang terdaftar dari Dirjen Hak kekayaan Intelektual Departemen KUMHAM RI, tidak sesuai antara yang ditawarkan dengan apa yang dibutuhkan dinas pendidikan kota Surabaya, sebagaimana yang tercantum pada dokumen pengadaan.

Hal yang paling mencolok menurut P3KS adalah bahwa dalam kontrak antara dinas pendidikan kota Surabaya dengan PT Fajar Multiguna, terlihat indikasi bahwa kontrak itu cenjderung menguntungkan perusahaan dan bisa sangat merugikan dinas pendidikan kota Surabaya yang merupakan pihak yang membeli dengan memakai uang negara.



Minggu, 03 Desember 2017

Benarkah Putra Tri Rismaharini Walikota Surabaya Bermain Proyek Dan Anggaran di Surabaya?

Benarkah Putra Tri Rismaharini Walikota Surabaya Bermain Proyek Dan Anggaran di Surabaya?
Diantaranya Ada Indikasi Keanehan Dalam Pengadaan Alat Peraga Pendidikan IPS SMP di Surabaya  Sebesar Rp. 6 Milyar ?
P3KS - Perkumpulan Peduli pendidikan Kota Surabaya menyampaikan pendapat melalui surat yang dikirim kepada dinas pendidikan kota Surabaya terkait Pengadaan Paket Peralatan Pendidikan IPS SMP, senilai HPS Rp. 6.166.875.000,- dengan sumber dana APBD kota Surabaya tahun anggaran 2017, dengan kode lelang 6942010. 

Surat yang ditandatangani Sugeng Hartono ketua P3KS tersebut juga ditembuskan kepada  Walikota Surabaya dan beberapa lembaga negara lainnya serta media massa, yang intinya berisi sebagai berikut:

1.            Kejanggalan dari pengadaan ini adalah, kenapa APBD kota Surabaya menganggarkan pengadaan alat peraga pendidikan , padahal kota Surabaya sering  tidak memakai dana APBN DAK pendidikan untuk pembelian alat peraga pendidikan.

Kenapa malah APBD kota Surabaya menganggarkan dana untuk alat peraga pendidikan, bukannya untuk pembelian komputer untuk kebutuhan sekolah menengah, dimana menurut koran Jawa Pos 3 Desember 2017, sekolah menengah negeri di Surabaya saja masih banyak kekurangan komputer untuk keperluan unas (ujian nasional) online, dan baru akan direncanakan pada APBD tahun 2018. Sedangkan bantuan komputer untuk sekolah menengah swasta untuk kepentingan unas masih harus dipelajari lagi mekanismenya karena harus memakai skema hibah.
 
2.            Kejanggalan selanjutnya adalah kenapa dalam pengadaan ini tampak sekali dengan secara cermat,  dengan sengaja memilih barang2 alat peraga pendidikan yang tidak masuk e-katalog. Padahal banyak sekali barang alat peraga pendidikan sekolah menengah yang lebih dibutuhkan siswa yang sudah ada dalam e-katalog.
 
3.            Tapi ya sudahlah, hal tersebut kita lalui saja, karena ini masuk dalam proses penganggaran yang melibatkan DPRD. Dan kita bisa menduga apa yang dibalik adanya penganggaran seperti ini. Akan tetapi kami yakin bahwa dinas pendidikan kota Surabaya tidak terlibat aktif dalam adanya indikasi rekayasa seperti ini.

Karena beberapa waktu sebelumnya, secara rutin bertahun2  dinas pendidikan Surabaya juga harus terkaget2 dengan penganggaran seperti ini, dimana ada pihak lain yakni bagian perlengkapan kota Surabaya bersama ULP kota Surabaya melakukan pengadaan mebelair untuk sekolah2 di Surabaya, yang tampak jelas bahwa pengadaan tersebut ada indikasi hanya untuk kepentingan proyek, bukan berdasar kebutuhan sekolah2.

Dimana akhirnya terjadi perisitiwa dimana sekolah yang masih sedang dalam rehabilitasi pembangunan harus menerima mebelair baru, padahal mebelair yang lama saja masih harus ditaruh diluar ruangan karena sekolah sedang dalam tahap pembangunan/perbaikan. Selain itu sekolah2 yang baru saja mebelnya diganti mebel baru harus menerima lagi mebel baru. Sehingga akhirnya banyak mebel saat itu yang ditaruh diluar ruangan.

Ini terjadi dimasa, sebelum kemudian pengadaan mebelair untuk sekolah dikembalikan lagi pada dinas pendidikan dan bukan dilakukan lagi oleh bagian perlengkapan & ULP kota Surabaya.
 
4.            Terkait dengan pengadaan peralatan pendidikan IPS SMP ini dengan jumlah sebanyak 155 paket yang berarti akan diberikan kepada 155 sekolah. Pertanyaannya, apakah jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Surabaya ada sebanyak itu?

Dan jika ada yang akan diberikan kepada sekolah menengah (SMP) swasta, lha untuk mendapatkan bantuan berupa komputer yang diperlukan untuk unas saja masih akan dipelajari mekanismenya, kok untuk bantuan peraga pendidikan yang belum tentu dibutuhkan ini bisa langsung. Dan apakah sekolah penerima itu sudah ada  SK untuk diberi alat peraga pendidikan yang akan dibeli dinas pendidikan?
 
5.            Untuk rencana kontrak pembelian alat peraga pendidikan IPS sekolah menengah pertama ini disebutkan bahwa lokasi pekerjaan adalah kantor dinas pendidikan kota Surabaya di Jl. Jagir Wonokromo 354-356 Surabaya.

Apakah kemudian yang penting anggaran terserap untuk membayar alat peraga ini, entah dibutuhkan entah tidak, dan sekolah mana saja yang akan dikirimi alat peraga ini bukan faktor penting, yang penting barang dibayar dulu dan ditumpuk di kantor dinas pendidikan. Nanti kalau daftar sekolah yang akan diberi alat peraga sudah ada, baru barang akan dikirim oleh dinas pendidikan kesekolah2 dan tentu akan mendapat anggaran lagi unuk biaya pengiriman. Atau sekolah2 bisa disuruh mengambil sendiri barang2 ke dinas pendidikan kota Surabaya.

Padahal dalam pengadaan alat peraga pendidikan di semua kabupaten/kota di Indonesia, yang dibiayai APBN, kewajiban penyedia barang harus mengirim barang sampai ke sekolah, karena sekolah yang akan menerima sudah diketahui sebelumnya karena sudah mendapat SK sebagai penerima bantuan.

Nah kota Surabaya yang katanya maju, sekolah yang akan diberi bantuan masih dicari, yang penting beli dan bayar dulu dan ditumpuk dikantor dinas pendidikan. Berarti dinas pendidikan bisa saja dituduh memperkaya penyedia barang, karena harga barang yang dibeli lebih mahal dibandingkan dengan daerah lain, dan penyedia barang tidak perlu keluar biaya untuk pengiriman ke sekolah2. Tetapi dinas pendidikan kota Surabaya malah harus mempersiapkan anggaran lagi untuk mengirim barang ke sekolah2 pemerima, atau sekolah2 yang menerima harus mengeluarkan anggaran untuk mengambil barang  ke kantor dinas pendidikan
 
6.         Tapi mungkin point tersebut diatas tetap ada pembenarannya, kan ini APBD kota Surabaya, uang2nya kami sendiri, mau kami pakai untuk apa saja terserah dan itu adalah hak kami. Lain dengan APBN dimana pengadaan alat peraga pendidikan itu harus satu set lengkap agar bisa digunakan, dan penyedia harus mengirim barang sampai ke sekolah dan harus sesuai peraturan kementrian pendidikan tetang alat peraga pendidikan

Kalau ini kan uang kami sendiri yakni APBD kota Surabaya, mau dipakai untuk membeli peralatan pendidikan untuk SMP secara tidak lengkap dan hanya kami pilih unjtuk beli barang2 yang tidak masuk e-katalog, dan hanya dikirim ke dinas pendidikan saja itu adalah hak kami.
 
7.            Point lain dari pengadaan ini adalah hal kontrak pengadaan yang disodorkan pada dinas pendidikan, bahwa kontrak diadakan secara satuan dan bukannya secara lum sump, artinya jika ada barang yang terkait agar barang lain bisa berfungsi itu ada yang tidak sesuai dengan dokumen pengadaan, barang itu harus dibayar. Meskipun barang lain yang tidak sesuai tidak dibayar.

Jadi kalau berakibat bahwa akhirnya barang secara keseluruhan tidak bisa dipakai, karena ada barang yang tidak sesuai dengan dokumen pelelangan, barang yang lain harus tetap dibayar oleh dinas pendidikan. Inilah yang mengherankan. Kenapa dinas pendidikan mau disodori format kontrak yang merugikan dinas pendidikan?.

Padahal pengadaan alat peraga pendidikan yang dibiayai oleh APBN itu secara aturan harus menggunakan kontrak lum sump. Jadi kalau dalam rangkaian barang peraga pendidikan itu ada yang barang tidak sesuai spesifikasi yang berakibat dalam satu paket itu tidak berfungsi maksimal ya harus ditolak.

Tapi mungkin hal ini tetap ada pembenarannya seperti diatas, bahwa anggaran APBD ini adalah uang kami sendiri, sehingga tidak perlu memperhatikan aturan dari kementrian pendidikan. Seperti jika beli computer satu set, jika ternyata tidak berfungsi karena monitor atau harddisk  tidak sesuai spesifikasi, ya CPU dll diluar itu harus tetap dibayar. Meski komputer akhirnya tidak bisa berfungsi dan akhirnya tidak bisa dipakai. Kan APBD Ini uang2 kami sendiri.
 
8.       Hal lain dalam pengadaan ini adalah bahwa lelang cepat dengan kode lelang  6942010 ini merupakan kelanjutan dari lelang sebelumnya  dengan kode kegiatan 11101010007 yang dinyatakan gagal. Dimana akhirnya dalam lelang cepat ini yang dinyatakan sebagai pemenang yang nantinya merupakan penyedia barang adalah PT Fajar Multiguna.

            Padahal dalam lelang pengadaan yang tadinya dinyatakan gagal itu, PT Fajar Multiguna dinyatakan tidak lulus karena barang yang ditawarkan, sertifikat merk yang terdaftar dari Dirjen Hak kekayaan Intelektual Departemen KUMHAM RI, tidak sesuai antara yang ditawarkan dengan apa yang tercantum pada dokumen lelang.

Nah apakah kemudian dengan dilakukan lelang cepat yang tanpa perlu menunjukkan dokumen itu lalu bisa menutupi identitas barang dari PT Fajar Multiguna yang terindikasi tidak sesuai dengan dokumen pengadaan?

Selain itu sangat aneh jika ULP kota Surabaya dalam lelang cepat, dimana ada negoisasi harga, malah memberi  peluang agar calon penyedia barang mendapatkan harga yang lebih tinggi daripada lelang pengadaan biasa.
 
Hal ini diketahui bahwa saat lelang pengadaan alat peraga SMP yang dinyatakan gagal PT Fajar Multiguna menawar dengan harga Rp. 5.901.206.025. Setelah lelang dinyatakan gagal karena PT Fajar Multiguna dinyatakan tidak lulus karena menawarkan barang yang sertifikat merk dari Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen KUMHAM tidak sesuai dengan dokumen pengadaan, maka diadakan lelang ulang dengan metode lelang cepat dan dalam negoisasi harga malah menyatakan PT Fajar Multiguna sebagai pemenang lelang dengan negoisasi harga lebih tinggi yakni Rp. 5.902.597.525,-
 
9.            Terkait dengan point diatas, dinas pendidikan kota Surabaya pernah punya pengalaman dalam pengadaan alat peraga pendidikan yang dibiayai APBN yakni DAK pendidikan, dimana saat itu pemenang yang diajukan oleh ULP kota Surabaya tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan oleh dokumen pengadaan yang spesifikasi  dan dokumken dibuat berdasar peraturan kementrian pendidikan.

Akan tetapi kemudian dinas pendidikan diminta membuat kontrak agar identitas barang yang tertuang dalam kontrak jangan sesuai dokumen pengadaan, tapi dibuat saja sesuai dengan barang dari penyedia yang dinyatakan sebagai pemenang lelang. Dan diminta agar kontrak berdasar harga satuan saja, jangan harga lum sump.

Untunglah saat itu dinas pendidikan kukuh pada aturan karena itu dana APBN yang harus berdasar dari peraturan kementrian pendidikan, sehingga karena penyedia barang memang mengirim barang yang tidak sesuai dengan dokumen pengadaan, akhirnya terjadilah putus kontrak dan penyedia dinyatakan sebagai daftar hitam.  

Jadi meski ditakut2i baik dari pihak oknum ULP dan oknum di pemkot Surabaya bahwa itu adalah proyek dari ibu walikota, dan juga dikatakan bahwa itu proyek dari petinggi kejaksaan negeri Surabaya, dan ditakut2i oleh oknum pejabat pemkot Surabaya bahwa jika penyedia menggugat karena diputus kontrak akan berakibat buruk bagi dinas pendidikan kota Surabaya. Dinas pendidikan tetap kukuh pada aturan, dan terbukti setelah konsultasi dengan Kejati Jatim (Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) malah mendapat saran agar tetap sesuai aturan, dan jika ada yang mengancam2 hanyalah oknum. Dan pengadilan telah memberikan keputusan bahwa apa yang dilakukan oleh dinas pendidikan adalah benar dan memenangkan atas perkara gugatan itu
 
10.          Untuk itu kami berharap agar dinas pendidikan tidak goyah dan kukuh pada aturan. Ditengah indikasi banyaknya  oknum di pemkot Surabaya yang diduga memain2kan anggaran dan bermain proyek.

            Jadi meskipun jika ada tekanan dengan menakut2i bahwa pengadaan alat peraga IPS SMP ini dikatakan merupakan proyek dari Fuad putra dari  walikota Tri Rismaharini, sebaiknya perlu dicek kepada walikota apakah memang benar  proyek dan dugaan permainan anggaran  ini dikendalikan oleh putra beliau. Jadi tidak sekedar percaya isu dan ancaman2 yang mengatasnamakan ibu Risma dan keluarganya.
 
11. Untuk itu kami percaya bahwa dinas pendidikan kota Surabaya selama ini tidak pernah main2 proyek dan main2 dalam anggaran. Karena tampaknya ada indikasi bahwa ini permainan proyek dan anggaran dari pihak lain bersama oknum2 tertentu, meski sudah terlanjur dijalankan, semoga dalam kontrak pengadaan dan pengerjaan pengadaan peraga SMP ini, dinas pendidikan tidak membuat keputusan/perjanjian yang nantinya merugikan dirinya sendiri, dan membuat keuangan APBD Surabaya dibuat untuk membeli sesuatu yang ternyata tidak bisa dipakai dan tidak bermanfaat, akhirnya terjadilah pemborosan dana negara yang seharusnya bisa dipakai untuk membangun kota Surabaya menjadi lebih baik